10 TAHUN TSUNAMI & SAUDARA NAKAL BERNAMA GERAKAN SEPARATIS ACEH

10 TAHUN TSUNAMI & SAUDARA NAKAL BERNAMA GERAKAN SEPARATIS ACEH


Masih belum hilang dari ingatan, 10
tahun silam bangsa ini menghadapi
ujian maha dasyat. Bencana tsunami
meluluh lantakan hampir seluruh
pantai barat provinsi Aceh. Ribuan
nyawa melayang, ribuan orang pula
harus kehilangan suami, istri, anak
dan saudara terkasih. Belum lagi
terhitung kerugian materi yang tak
ternilai.
Seluruh bangsa Indonesia menjadi
saksi sejarah betapa Tuhan benar
benar murka ketika itu. Entah murka
kepada bangsa Indonesia pada
umumnya, atau murka kepada orang
orang Aceh yang notabene
berkhianat kepada NKRI ???
Kita semua tahu, dalam kurun waktu
yang lama sebelum Alloh murka itu,
Bangsa Indonesia terlebih daulu
menghadapi ujian terhadap keutuhan
kedaulatan wilayahnya. Kerikil –
kerikil tajam dari ujung negeri kita
paling barat itu berulah. Gerakan
Separatis Aceh atau Gearakan Aceh
Merdeka ( mereka mengklaim diri
sebagai Aceh Sumatra National
Liberation Front / ASNLF ) yang
sudah puluhan tahun menyusun
kekuatan, terang terangan
mengibarkan bendera perang untuk
melepaskan diri dari Kedaulatan
NKRI.
Alasan mereka sederhana, di masa
lampau Tanah Aceh merupakan
Negeri Berdaulat bernama Kesultanan
Aceh. Lho?? Kalau itu yang dijadikan
landasan gerakan mereka, bukankah
di masa lampau Kerajaan Kediri ( kini
menjadi Kabupaten & Karesidenan
Kediri ) , dan Kerajaan Singosari yang
kini berada di wilayah Kota Malang
adalah sebuah Negeri Berdaulat di
masa Kerajaan ??. Bahkan kalau
boleh menyombongkan diri,
Kedaulatan Kabupaten Mojokerto
( Kerajaan Majapahit dengan Prabu
Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah
Mada-nya ) di masa lampau jauh
melebihi apa yang diklaim orang2
Aceh kini. Wilayah kekuasaan
Mojokerto mencapai seluruh wilayah
Nusantara, bahkan hingga Filipina
dan Negeri Champa.
10 tahun silam pula pertumpahan
darah terjadi di Aceh. Korban
berjatuhan baik dari pasukan TNI–
Polri, GAM maupun rakyat sipil,
termasuk bebera jurnalis. Akibat
konflik itu pula beberapa saudara
sepupu saya harus terusir dari tanah
kelahiran. Kebetulan saudara2
sepupu saya lahir dan besar di Tanah
Rencong ( meski sebenarnya adalah
Putra Jawa Kelahiran Aceh)
Jalan terjal di perundingan Helsinki
Swedia akhirnya menemui
kesepakatan damai antara
pemerintah RI dengan wakil dari
GAM. Salah satu komitment yang
disetujui adalah pemberian otonomi
khusus untuk Aceh dan GAM boleh
menjadi Partai Lokal untuk ikut
berpolitik disana, termasuk para
mantan pentolan Gerakan Separatis
Aceh dan anggotanya mendapatkan
amnesty.
Inilah awal dari pembiaran ulah nakal
saudara2 kita itu. Dalam Pilkada
terakhir, Gubernur terpilih berasal
dari orang-orang yang notabene
diusung eks Gerakan Aceh Merdeka
( mohon dikoreksi jika salah -red ).
Beberapa bulan silam mereka juga
berulah lagi. Bendera Bulan Bintang
yang mirip bendera Gerakan Aceh
Merdeka disyahkan sebagai Bendera
dan Lambang provinsi Nangroe Aceh
Darussalam..!!!!
Sontak reaksi bermunculan dari
berbagai kalangan. Alih-alih ingin
mempertahankan Perdamaian di
Aceh, yang ada justru statement
kontroversi dari Gubernaur Aceh
Zaini Abdullah kala itu.
“ Bendera tersebut adalah keinginan
seluruh rakyat Aceh sebagai
penghormatan kepada para Syuhada
yang telah gugur saat
memperjuangkan Aceh”.
Pertanyaan saya, rakyat Aceh yang
mana? Bukankah Provinsi Aceh itu
cukup Luas dan terdiri dari berbagai
suku?. Mentang mentang ada rakyat
Aceh yang pro bendera itu, terus
dikatakan keinginan seluruh?
Tolong dicermati. Tak semua rakyat
Aceh menerima bendera bulan
bintang yang mirip bendera GAM
tersebut. Terbukti setelah ulah
mereka melakukan konvoi bendera
Bulang Bintang, serentak rakyat Aceh
yang masih setia pada NKRI
mengibarkan Sang Saka Merah Putih
di penjuru Aceh Tengah, Aceh
Tenggara dan Aceh Barat. Bahkan tak
kalah gertak dengan konvoi Bendera
mirip eks GAM, di Kutacane
dilakukan Konvoi besar besaran
Merah Putih oleh rakyat Aceh.
Pemerintah RI sendiri sebenarnya
sudah memberikan alternatif lain bagi
bendera Aceh yaitu bendera pada
masa kejayaan Sultan Iskandar Muda,
tetapi gerakan separatis tetaplah
separatis. Ibarat duri dalam daging,
sakitnya tetap akan menyeruak di
kemudian hari.
Hari ini tepat 10 tahun bencana
Tsunami melanda ( 26 Desember
2004 ).
Bagi saya bagaimanapun juga Aceh
merupakan saudara kandung. Masih
terkenang juga dalam ingatan saat
semua elemen anaknegeri ikut
merasakan kepedihan dan kepiluan
saat gempa dahsyat Tsunami
meluluhlantakkan Aceh. Sebagai
seorang yang mencintai saudaranya,
senakal apapun saudara tetap
saudara. “Tego lorone gak tego
Patine” , orang jawa mengkiaskan
begitu.
Mari kita maknai peringatan 10 tahun
Tsunami ini dengan menyamakan
filosovi hidup, Tinggal di Bumi
Pertiwi Tercinta ini dengan damai
wahai saudara saudaraku di Aceh …
Bersama saudara-saudara kita yang
lain dari Sabang hingga Merauke,
Talaut hingga PulauRote.
Satu Bendera Negeriku… Merah
Putih…..!!!!
(Pray for Aceh)

By Kepak Sayap Sang Garuda




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Back To Top